"saya senang" Cerpen Tulisan Terakhir

Tulisan Terakhir
Cerpen Kiriman: Anitrie Madyasari

“Saat Perpisahaan adalah kata yang terbaik aku akan menerimanya,
Saat perpisahaan adalah pilihan satu-satunya aku akan memilihnya,
Saat perpisahaan adalah waktu yang tepat aku akan menjalaninya,
tapi ingatlah perpisahan bukan berarti mengahapus kenangan masa lalu”

Aku terpaku membaca tulisan di Mading. Entah siapa yang menulis itu, tetapi tulisan itu ditujukan kami anak kelas 3. Apa lagi yang sebentar lagi akan lulus. Ah waktu berlalu terlalu cepat. Sepertinya baru kemarin aku masuk SMA tetapi sekarang aku sudah menunggu hari-hari penentuanku selama 3 tahun sekolah di SMA PERTIWI.
“Trisa!” teriak seorang cewek, saat dia melihatku.
“ada apa Rin?” tanyaku, temanku yang satu ini emang demen banget teriak-teriak.
“hehehe… kantin yuk!” ajaknya
“belum laper, aku mau ke perpus balikin buku”
“ummm… iya dech, o ya Tulisanya Agas bagus ya?” ucapnya, aku menyipitkan sebelah mataku.
“emang ini tulisanya agas” Rine hanya manggut-manggut. Akupun hanya tersenyum
“ya sudah aku ke perpus dulu, bye” ucapku sambil memukul pundak Rine dengan buku.
“auuu… Trisa!” teriaknya. Aku tersenyum melihat Rine. Wek, emang enak.. hehehe batinku.

Dalam perjalanan ke perpus aku masih berfikir tentang Agas, apa benar dia yang menulis puisi itu. Aditya Agas Sakrisna Dia adalah teman sekelasku, Cakep, Cool, Manis pokonya kalau masalah fisik dia bisa di bilang Sempurna, tapi tumben banget dia Mempublikasikan tulisanya di Mading, dia kan cuek banget. Jarang bersosialisasi dengan orang, aku aja yang ketua kelas sering lupa kalau dia juga anggota kelasku. Dia itu menurutku Misterius.
“ah mana mungkin” ucapku, masih tidak percaya Agas menulis puisi tersebut. Karena terlalau meikirkan tentang agas, aku sampai tak sadar menabrak seseorang sampai ia terjatuh.
“maaf, aku nggak liat” ucapaku, kemudian membantunya berdiri. Dia terlihat lemas. Ku pegang tanganya untuk berdiri, tangannya dingin sekali.
“Agas!” aku kaget ternyata orang yang aku tabrak agas.
“ka..mu siapa?” tanyanya, dia memegangi kepalanya.
“aku Trisa” aku memberitahu agas, mungkin dia punya penyakit amnesia, sampai gak kenal aku.
“ooh… kamu” ucapnya, dia mencoba menstabilkan kondisi tubuhnya
“kamu gak apa-apa?” tanyaku, tanganku masih memegang tangan agas, takut kalau dia jatuh lagi.
“gak apa-apa kok” dia melepaskan tanganku dengan halus
“oh maaf” ucapku. Dia hanya tersenyum dan mencoba berjalan
“mau aku bantu?” tanyaku. Tapi dia tak menjawab, jalanya sempoyongan. Awalnya aku hanya memandanginya karena gak enak hati akhirnya akupun berlari menghapirinya, dan membantunya berjalan.
“aku bisa jalan sendiri” ucapnya mencoba melepaskan tanganku lagi. Tapi aku tetap memegang tanganya dan membantunya berjalan.
“hanya kali ini” ucapku.

Dia hanya diam dan mengikutiku, aku membawanya ke UKS. Sampai di Uks aku menyuruhnya untuk berbaring. Akupun mencarikan obat di kotak P3K.
“just for this time” ucapnya sambi menatapku
“okey” jawabku. Aku mencari-cari obat yang tepat. Aku menatap Agas
“kamu sakit apa? Mau dikasih obat apa?” tanyaku
“aku gak suka obat” jawabnya. Hah ya sudah akhirnya Minyak kayu putih yang ku ambil.
“kamu mau ngapain?” tanyanya
“katanya gak suka obat, ya sudah diolesin ini aja kepalamu” jawabku sedikit kesal. Udah dibantuin enggak terimakasih, cerewet banget ni orang. Kenapa baru sadar kalau orang ini banyak ngomong.
“okey, aku bisa lakuin sendiri” dia mengambil minyak kayu putih itu dari tanganku.
“oke… sama-sama ya” siapa juga yang mau ngolesin. akupun membalikan badanku dan hendak beranjak pergi, tapi tiba-tiba agas menarik tanganku.
“thanks” ucapnya, akupun hanya terseyum sinis. Dan melepaskan tanganya. Lalu beranjak pergi dari ruangan UKS.

Sepulang sekolah, aku bergegas ke rumah sakit karena Adikku terkena Demam Berdarah. Untungnya aku juga gak ikutan sakit kan bisa repot urusannya. Emang sih aku gak pernah sakit kata mamaku kekebalan tubukku extra kuat. Masa satu keluarga terkana Flu dan batuk aku yang enggak sendiri.
“Agas” ucapku, melihat agas yang keluar dari ruangan salah satu rumah sakit. Aku hendak menghampirinya, tetapi dia terlanjur pergi. Aku berdiri di depan ruangan agas keluar.
“Dokter spesialis Kanker” ucapku, membaca tulisan di pintu tersebut. Entah apa yang ada difikiranku, aku ingin masuk ruangan tersebut. Tapi apa urusanku. Aku berdiri disitu cukup lama, sampai seorang dokter keluar dari ruangan tersebut.
“Trisa…” ucap dokter itu, ternyata itu Om Brian
“om brian” aku sedikit kaget
“mau jenguk Bima” tanyanya
“iya om, oya om tadi aku lihat ada orang keluar dari sini. Siapa om?” aku tak tau tiba-tiba menanyakan tentang agas.
“oh tadi… pasien om” ucapnya
“pasien?” akupun jadi penasaran
“iya, memang kamu kenal” tanya om brian, sedikit mencurigaiku
“eng..gak” jawabku berbohong “sakit kanker apa? Maaf om, bukan mau ikut campur, tapi dia kan masih muda, pasti gak mungkin…” lanjutku. Aku mencoba memancing om brian.
“ya sudah om ceritakan sambil ke ruangan adikmu” katanya akupun mengangguk
“Jadi?” tanyaku
“Dia masih seumuran kamu, dia terkena kanker Otak, om juga tak mengerti jalan pikirannya, dia punya penyakit separah itu, tapi keluarganya tak tau”
“apa?” akupun kaget “seberapa parah om?”
“akhir, tapi dia tak mau minum obat ataupun kemoterapi, om juga takut kalau bertambah parah, apalagi kanker otak bukanlah penyakit yang main-main” ucapnya
Akupun merasakan sakit sendiri mendengarkan ucapan om brian, kasihan agas. Pantas saja dia cuek ke semua orang. Ke ortunya sendiri aja cuek.
“maaf om…” aku ingin jujur sama om brian kalau aku mengenal agas
“kamu temanya kan?” tanyanya
“kok tau om” ucapku
“nebak aja, kalau kamu temannya coba kamu bujuk dia untuk minum obat atau kemoterapi, kalau bisa Operasi pengankatan” pintanya
“tapi aku tak terlalu akbrab om”
“kalau kamu niat, kamu pasti bisa” ucapnya. Akupun hanya terdiam



“Apakah kita harus mengucapkan terimakasih saat kita di bantu oleh orang lain?,
Apakah kita harus mengucapkan maaf saat kita melakukan kesalahan?
Apakah kita harus mengucapkan selamat tinggal pada orang yang kita sayang saat kita meninggal nanti?
Apakah kita harus merasakan kesedihan sebelum kebahagiaan?
Apakah kalian percaya keajaiban?”

“Apa sih maksud tulisan ini?” akupun kesal membaca tulisan itu. Pertanyaan yang gak penting. pikirku. jangan bilang ini tulisan Agas. Akupun berbegas mencari agas, entah apa yang membuatku jadi ikut campur urusan agas. Setelah memncari-cari sampai di sudut sekolah akhirnya akupun menemukannya di perpus.
“hei” sapaku
“ada apa?” tanyanya
“enggak, aku Cuma mau tanya kamu kan yang nulis tullisan di mading itu?” ucapku
“iya, jelek? Copot aja terus buang aja ke tempat sampah” ucapnya
“maksudnya? Kamu itu?” ah aku begitu kesal menatap agas
“sorry” ucapnya
“okey, oh iya…. aku bukan sok tau ataupun ikut campur soal…” aku belum selesai ngomong, tatapan agas membuat kosentrasiku buyar.
“soal penyakitku?” ucapnya, seperti dia membaca pikiranku. Akupun hanya bengong. “thanks, tapi kamu gak usah ikut campur?” lanjutnya.
“Hah, siapa juga yang mau ikut campur” protesku
“tapi dari wajahmu terlihat begitu” ucapnya menatatapku. Saat seperti ini tak ada yang berbeda agas dengan yang lainnya, normal.
Akupun membalas tatapan agas “hei, mr.perfect jangan pernah berfikir seakan-akan kamu dapat melakukan semuanya sendiri, ingat! Kamu nggak hidup sendiri, okey” ucapku.
“wow… thanks atas nasehatnya, Ms.ikut campur” ucapanya membuatku kesal. Aku hendak memukul dia. Kalau tak ingat penyakitnya.
“apa maumu?” tanyanya kemudian, aku mendengar ucapnya bengong. “kamu ingin aku minut obat, kemoterapi, dan Operasi. kasih tau ke orang tuaku tentang penyakitku” lanjutnya. Gila, orang macam apa sih orang ini. Aku masih terdiam. Dia beranjak dari posisi duduknya dan mendekatiku. Dia memegang tanganku.
“sudah bel, masuk ke kelas yuk” ucapnya dengan senyuman. Aku masih tak mengerti apa yang dia pikirkan. Akupun mengikutinya. Dia masih memegang tanganku sampai ke kelas. Ah… apalagi ini.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Dan terasa lebih cepat dari biasanya. Agas kini masuk dalam kehidupanku, aku tak mengerti dengan semuanya. Dia sekarang mau minum obat dan kemoterapi. Penyakitnya berangsur membaik walapun tak bisa sembuh total, hanya mencegah agar tidak memburuk. Ortu agas juga sudah tau tentang penyakitnya. Orang tua yang dulunya tak pernah memperhatikan anaknya, kini jadi lebih perhatian. Aku melihat perubahan dari agas. Dia mulai bersosialisasi dengan teman-teman lainnya.

“Seseorang yang dapat mengubah kepahitan menjadi manis,
Membuat kebencian menjadi suka,
Terimakasih kau telah hadir dalam kehidupanku,
membuatku mengerti arti saling membutuhkan,
Tatapan matamu membuatku hidup kembali,
Terimakasih telah menolongku,
Maaf telah membebanimu,
Selamat tinggal jika karena aku tak dapat disisimu selamanya,
Kebahagiaanku terasa setelah aku merasakan kesedihan,
Keajaiban yang mempertemukanku padamu”

Tulisan terakhir yang di tulis oleh Agas. Aku bahagia mengenalnya. Dia meninggal di Umur 20 tahun, 2 tahun setelah aku akrab denganya. Aku tersenyum menatap langit biru. “Selamat jalan Agas”

Selesaii (Ganbatte!!!)

Cerpen Karangan: Anitrie Madyasari
Facebook: Anitrie Ganbatte Pholephel
untuk cerita yang lebih unik lagi langsung aja nih datang ke penulisnya ^_^
http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/tulisan-terakhir.html

0 Response to ""saya senang" Cerpen Tulisan Terakhir"

Post a Comment

Histat